Menentukan Isi Puisi - Puisi merupakan karya sastra yang didominasi oleh unsur perasaan, imajinasi, irama, dan persajakan yang ditata berbaris-baris dan berbait-bait dalam nada dan irama yang sesuai. Di dalam puisi dapat ditemukan isinya, esensi, dan substansi maksud yang terkandung di hati penyair. Ketika puisi itu dibacakan, baik pembaca maupun pendengar, dapat menentukan isinya. Hal ini terjadi, baik dalam puisi Indonesia maupun puisi terjemahan. Coba Anda simak puisi-puisi terjemahan berikut ini!
Seorang Anak Bercakap dengan Tuhan
Oleh: Patherine Marshall
Tuhanku, waktu usiaku lima tahun, masih sangat muda
Kupikir semua makananku berasal dari gudang penyimpan
Aku tak pernah mengerti mengapa Ayah bersyukur kepada-Mu
Kini usiaku enam tahun
Makin mengertilah aku
Kini kutahu gudang-gudang penyimpanan itu
Tak mungkin menyimpan makanan, tanpa berkah-Mu
Jika Kau tak merestui apa yang tumbuh
Terima kasih Tuhanku, untuk benih kecil mungil
Yang merekah ke dalam selaput ercis hijau ke dalam tomat merah
Ke dalam labu kuning dan apel yang ranum
Terima kasih atas hujan dan sinar matahari
Yang merekahkan benih-benih
Terima kasih untuk pak tani
Yang menanamkan benihnya
Dan kepada lelaki yang mengemudi truk-truk besar
Membawa bahan makanan ke pasar
Terima kasih untuk lelaki penyimpan seperti Tuan Barnes
Dalam apron putihnya yang longgar
Untuk Bapak yang membelikanku makanan
Untuk Mama yang memasakkanku
Hingga segalanya jadi lezat kunikmati
Terima kasih Tuhan
Amin
(Sumber: Puisi Seputar Dunia, Nusa Indah, 1984, hal. 110-111, Terjemahan Nyoman Gusthi Eddy)
Puisi b:
Kasidah Cinta
Oleh: Jalaluddin Rumi
Bila tak kunyatakan keindahan-Mu dalam kata, kusimpan kasih-Mu dalam dada.
Bila kucium harum mawar tanpa cinta-Mu, segera saja bagai duri bakarlah aku.
Meskipun aku diam-tenang bagai ikan, namun aku gelisah pula bagai ombak dan lautan.
Kau yang telah menutup rapat bibirku, tariklah misaiku ke dekat-Mu.
Apakah maksud-Mu? Mana aku tahu? Aku hanya tahu bahwa aku siap dalam iringan ini selalu.
Kukunyah lagi mamahan kepedihan mengenangmu.
Bagai unta memamah biak makanannya, dan bagai unta yang geram mulutku berbusa.
Meskipun aku tinggal tersembunyi dan tidak bicara, di hadirat Kasih aku jelas-nyata.
Aku bagai benih di bawah tanah, aku menanti tanda musim semi,
Hingga tanpa nafasku sendiri aku dapat bernafas wangi, dan tanpa
kepalaku sendiri aku dapat menggaruk-belai kepala pula.
(Sumber: Kasidah Cinta, Budaya Jaya, hal. 138, Terjemahan Hartoyo Andangjaya)
Puisi c:
Terimalah Aku
Oleh: Rabindranath Tagore
Terimalah aku, duh Gusti, terimalah aku sejenak.
Biarkanlah hari-hari piatu itu berlalu tanpa Engkau kulupakan.
Cukup sebarkanlah waktu yang sesaat ini ke seluruh pangkuan-Mu,
merengkuhnya di balik cahaya-Mu.
Aku lelah mengembara dalam pengejaran suara-suara yang
menyeretku, namun mereka tak membawaku ke manapun.
Sekarang lzinkan aku duduk dalam damai dan mendengarkan
perkataan-Mu, dalam jiwa ketenanganku.
Jangan palingkan wajah-Mu dari rahasia-rahasia gelap kalbuku, tetapi
bakarlah mereka sampai menyala bersama api-Mu.
Puisi d:
Salamku
Kawan perjalananku, inilah salam dari sang pengelana untuk-Mu.
Wahai Tuhan patah-hatiku, Tuhan derita dan kehilanganku, Tuhan
ketenangan kelabu runcuhnya hariku, salamku dan rumah kehancuranku
untuk-Mu.
Wahai cahaya pagi yang baru terlahir, matahari yang abadi, salamku
dan pengharapan yang tak pernah mati untuk-Mu.
Wahai pemanduku, akulah sang pengelana di atas jalan tak berujung
ini, salamku dan seorang pengembara untuk-Mu.
(Sumber: The Hearth of God Menyingkap Kalbu Ilahi, Jendela Grafika, 2002, Hal. 7, Terjemahan Ribut Wahyudi)
Bagaimana atau seperti apa puisi yang berhasil ditulisnya sangatlah ditentukan oleh sikap seorang penyair terhadap pembaca. Jika penyair bersikap menggurui pembaca, puisinya akan penuh dengan nasihat-nasihat lugas. Penyair yang menyikapi pembaca sebagai sosok yang cerdas dan apresiatif mendorong seorang penulis untuk menulis puisi dengan bahasa figuratif dan simbol-simbol yang kaya nuansa.
Sekian pembahasan mengenai Menentukan Isi Puisi.
Menentukan Isi Puisi |
Menentukan Isi Puisi
Puisi a:Seorang Anak Bercakap dengan Tuhan
Oleh: Patherine Marshall
Tuhanku, waktu usiaku lima tahun, masih sangat muda
Kupikir semua makananku berasal dari gudang penyimpan
Aku tak pernah mengerti mengapa Ayah bersyukur kepada-Mu
Kini usiaku enam tahun
Makin mengertilah aku
Kini kutahu gudang-gudang penyimpanan itu
Tak mungkin menyimpan makanan, tanpa berkah-Mu
Jika Kau tak merestui apa yang tumbuh
Terima kasih Tuhanku, untuk benih kecil mungil
Yang merekah ke dalam selaput ercis hijau ke dalam tomat merah
Ke dalam labu kuning dan apel yang ranum
Terima kasih atas hujan dan sinar matahari
Yang merekahkan benih-benih
Terima kasih untuk pak tani
Yang menanamkan benihnya
Dan kepada lelaki yang mengemudi truk-truk besar
Membawa bahan makanan ke pasar
Terima kasih untuk lelaki penyimpan seperti Tuan Barnes
Dalam apron putihnya yang longgar
Untuk Bapak yang membelikanku makanan
Untuk Mama yang memasakkanku
Hingga segalanya jadi lezat kunikmati
Terima kasih Tuhan
Amin
(Sumber: Puisi Seputar Dunia, Nusa Indah, 1984, hal. 110-111, Terjemahan Nyoman Gusthi Eddy)
Puisi b:
Kasidah Cinta
Oleh: Jalaluddin Rumi
Bila tak kunyatakan keindahan-Mu dalam kata, kusimpan kasih-Mu dalam dada.
Bila kucium harum mawar tanpa cinta-Mu, segera saja bagai duri bakarlah aku.
Meskipun aku diam-tenang bagai ikan, namun aku gelisah pula bagai ombak dan lautan.
Kau yang telah menutup rapat bibirku, tariklah misaiku ke dekat-Mu.
Apakah maksud-Mu? Mana aku tahu? Aku hanya tahu bahwa aku siap dalam iringan ini selalu.
Kukunyah lagi mamahan kepedihan mengenangmu.
Bagai unta memamah biak makanannya, dan bagai unta yang geram mulutku berbusa.
Meskipun aku tinggal tersembunyi dan tidak bicara, di hadirat Kasih aku jelas-nyata.
Aku bagai benih di bawah tanah, aku menanti tanda musim semi,
Hingga tanpa nafasku sendiri aku dapat bernafas wangi, dan tanpa
kepalaku sendiri aku dapat menggaruk-belai kepala pula.
(Sumber: Kasidah Cinta, Budaya Jaya, hal. 138, Terjemahan Hartoyo Andangjaya)
Puisi c:
Terimalah Aku
Oleh: Rabindranath Tagore
Terimalah aku, duh Gusti, terimalah aku sejenak.
Biarkanlah hari-hari piatu itu berlalu tanpa Engkau kulupakan.
Cukup sebarkanlah waktu yang sesaat ini ke seluruh pangkuan-Mu,
merengkuhnya di balik cahaya-Mu.
Aku lelah mengembara dalam pengejaran suara-suara yang
menyeretku, namun mereka tak membawaku ke manapun.
Sekarang lzinkan aku duduk dalam damai dan mendengarkan
perkataan-Mu, dalam jiwa ketenanganku.
Jangan palingkan wajah-Mu dari rahasia-rahasia gelap kalbuku, tetapi
bakarlah mereka sampai menyala bersama api-Mu.
Puisi d:
Salamku
Kawan perjalananku, inilah salam dari sang pengelana untuk-Mu.
Wahai Tuhan patah-hatiku, Tuhan derita dan kehilanganku, Tuhan
ketenangan kelabu runcuhnya hariku, salamku dan rumah kehancuranku
untuk-Mu.
Wahai cahaya pagi yang baru terlahir, matahari yang abadi, salamku
dan pengharapan yang tak pernah mati untuk-Mu.
Wahai pemanduku, akulah sang pengelana di atas jalan tak berujung
ini, salamku dan seorang pengembara untuk-Mu.
(Sumber: The Hearth of God Menyingkap Kalbu Ilahi, Jendela Grafika, 2002, Hal. 7, Terjemahan Ribut Wahyudi)
2. Menentukan Tema dengan Bukti yang Mendukung
Penentuan tema dalam puisi dilakukan dengan cara menyarikan atau merumuskan keseluruhan larik puisi. Setelah itu, mencari bukti-bukti yang mendukung atas tema yang sudah ditentukan berupa baris-baris tertentu yang selaras dengan tema. Bukti tersebut diharapkan dapat meyakinkan pembaca, bahwa tema yang kita tentukan tersebut benar adanya.3. Menentukan Sikap Penyair terhadap Puisi
Pada hakikatnya, objek inti yang dibicarakan dalam puisi itulah tema puisi. Dalam mengembangkan tema menjadi sebuah puisi, penyair memiliki sikap-sikap tertentu terhadap tema itu. Adakalanya penyair menyikapinya dengan penuh kesungguhan, kecintaan, kegairahan, optimisme, kadang-kadang sebaliknya dengan rasa pesimistis, penuh kegetiran, sikap masa bodoh. Adakalanya juga dengan sikap penuh keluguan, naif/kekanak-kanakan, cengeng atau pragmatis/praktis.Bagaimana atau seperti apa puisi yang berhasil ditulisnya sangatlah ditentukan oleh sikap seorang penyair terhadap pembaca. Jika penyair bersikap menggurui pembaca, puisinya akan penuh dengan nasihat-nasihat lugas. Penyair yang menyikapi pembaca sebagai sosok yang cerdas dan apresiatif mendorong seorang penulis untuk menulis puisi dengan bahasa figuratif dan simbol-simbol yang kaya nuansa.
4. Menjelaskan Amanat Puisi
Amanat puisi adalah pesan moral seorang penyair yang diharapkan menjadi sesuatu yang bermakna bagi para pembaca, menjadi hikmah, renungan, atau nasihat. Amanat puisi biasanya mempunyai benang merah dan misi visi yang relevan dengan tema.Sekian pembahasan mengenai Menentukan Isi Puisi.