Membaca dan Menanggapi Cerpen

Membaca dan Menanggapi Cerpen - Sejarah sastra dibagi dalam banyak periode dan dalam tiap-tiap periode dapat dibaca cerpen-cerpen yang dianggap penting. Dalam periodisasi sastra Indonesia dikenal Angkatan Balai Pustaka, Angkatan Pujangga Baru, Masa Jepang, Angkatan ’45, Dekade 50-an, Angkatan ’66, Dekade 70–80-an, Dekade 90-an, Angkatan 2000. Cerpen-cerpen terpenting pada periode-periode tersebut memiliki ciri-ciri dan karakter spesifik tersendiri. Dari bermacam jenis cerpen yang ada, dapat dijumpai cerpen-cerpen konvensional dan inkonvensional. Ciri-ciri cerpen yang konvensional adalah sebagai berikut.
  1. Memiliki tema, penokohan, seting, dan plot yang serba umum.
  2. Ditulis secara singkat, padat, dan jelas.
  3. Mengandung kesatuan cerita, independen, dan sudah tuntas dengan dirinya sendiri. Ciri-ciri cerpen inkonvensional adalah tidak memiliki dasar cerita/tema yang jelas, namun menampilkan alur yang kronologis/urut waktu.

Membaca dan Menanggapi Cerpen

1. Membaca Cerpen Terpenting pada Tiap Periode

Di atas telah disinggung secara sekilas Periodisasi Sejarah Sastra Indonesia, dari masa Angkatan Balai Pustaka sampai Angkatan 2000 sekarang ini. Seperti juga sekarang, di samping cerpen-cerpen lepas yang dimuat di surat kabar atau majalah, sejak dahulu pun cerpen-cerpen telah diterbitkan dalam bentuk buku. Bahkan sebelum terbitnya majalah Pujangga Baru yang juga memuat cerpen, pada masa Balai Pustaka telah menerbitkan buku-buku kumpulan cerpen berjudul Teman Duduk dan Pengalaman Masa Kecil karya Muhammad Yamin dari Angkatan Balai Pustaka.
Membaca dan Menanggapi Cerpen
Membaca dan Menanggapi Cerpen

Buku-buku kumpulan cerpen yang di dalamnya termuat cerpen-cerpen yang dianggap penting pada tiap periode terus bermunculan sejak Angkatan Balai Pustaka sampai kini. Salah satu cerpen yang cukup mewakili zamannya adalah cerpen Lempengan-lempengan Cahaya karya Danarto, yang bahasanya sangat indah, plastis, bernas dengan untaian cerita yang imajinatif, serta menyiratkan religiusitas yang mendalam. Danarto sendiri dikenal sebagai cerpenis piawai yang banyak menciptakan cerpen-cerpen sufistik dengan keimanan kepada Allah yang merasuk sukma. Dia termasuk salah seorang tokoh cerpen Dekade 80-an dengan karya-karya absurd sebagaimana Putu Wijaya, Budi Darma, dan pengarang sezamannya.

2. Menunjukkan Cerpen yang Tidak Memiliki Tema

Di antara cerpen-cerpen yang inkonvensional, yang absurd, yang tidak menganut pola dan cerita yang umum, ada cerpen-cerpen yang tidak memiliki dasar cerita atau tema yang jelas, namun menampilkan alur yang kronologis.

Dalam cerpen tersebut digunakan bahasa figuratif atau simbolik yang maknanya perlu ditafsirkan secara mendalam. Dalam banyak bagian, cerpen tersebut terasa puitis. Cerpen karya Danarto yang di samping sastrawan juga pelukis dan dosen, berjudul Lempengan-lempengan Cahaya di atas merupakan salah satu contoh cerpen dengan fenomena di atas. Membaca dan menikmati cerpen tersebut kita merasa dibawa ke alam perenungan dan pemikiran yang tidak umum, tidak seperti yang terdapat dalam cerpen-cerpen biasa.

Kita tahu bahwa cerpen tersebut bersifat relijius, mempunyai fungsi memperdalam keimanan, namun kita juga merasakan bahwa cerpen tersebut mengandung suatu misteri yang tidak langsung terkuak. Tema dan dasar ceritanya terasa samar-samar, tidak transparan. Penokohan dan setingnya tidak seperti yang dijumpai dalam cerpen konvensional. Jika dicermati, alur yang digunakan sang pengarang tersebut dapat diikuti karena sifatnya yang kronologis/urut waktu.

3. Menjelaskan Standar Budaya Masyarakat dalam Cerpen

Dalam cerpen-cerpen tertentu dijumpai gambaran masyarakat dalam untaian cerita yang menampilkan standar budaya baik-buruk dan benar-salah. Dalam cerpen-cerpen tersebut pengarang mengeks-presikan sikap masyarakat yang cenderung masih memegang nilai-nilai budaya yang adiluhung, yang humanistis, bahkan relijius. Di sana pengarang menampilkan perannya sebagai figur yang adiluhung, yang mempunyai komitmen terhadap nilai kebaikan dan kebenaran yang menjunjung peradaban dan keadilan. Ada misi dan visi yang yang terarah dan tanggung jawab moral dalam karya-karya mereka.

Sekian pembahasan tentang Membaca dan Menanggapi Cerpen.