Pola Keruangan Kota

Pola Keruangan Kota

1. Pengertian Kota, Kaitannya dengan Lokasi Pusat Kegiatan, Tata Ruang, Sistem Pengangkutan, dan Perhubungan

Menurut Burkhad Hofmeister (dalam Nurmala Dewi, 1997), bahwa yang dimaksud dengan kota adalah suatu pemusatan keruangan tempat tinggal dan tempat kerja sama manusia yang sebagian besar sumber kehidupannya ada pada sektor sekunder (industri dan perdagangan) dan sektor tersier (jasa dan pelayanan masyarakat), dengan pembagian kerja yang khusus, pertumbuhan penduduknya sebagian besar disebabkan oleh tambahan kaum pendatang, serta mampu melayani kebutuhan barang dan jasa bagi wilayah yang jauh letaknya. Sedangkan Bintarto (dalam Nurmala Dewi, 1997) mendefinisikan kota sebagai sebuah bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan nonalami dengan gejala-gejala pemusatan penduduk yang cukup besar dan corak kehidupan yang bersifat heterogen dan materialistis dibandingkan dengan daerah di sekitarnya.

Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri RI No. 4 Tahun 1980, dinyatakan bahwa pada hakikatnya kota mempunyai dua macam pengertian, yaitu:
  • suatu wadah yang memiliki batasan administratif sebagaimana telah diatur dalam perundang-undangan;
  • sebagai lingkungan kehidupan yang mempunyai ciri nonagraris, misalnya: ibu kota kabupaten dan ibu kota kecamatan yang berfungsi sebagai pusat pertumbuhan pusat pemukiman.
Pola Keruangan Kota
Pola Keruangan Kota
Menurut pasal 14 UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah ditentukan bahwa urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah untuk kabupaten/ kota. Merupakan urusan yang berskala kabupaten/ kota meliputi:
a. perencanaan dan pengendalian pembangunan;
b. perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang;
c. penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat;
d. penyediaan sarana dan prasarana umum;
e. penanganan bidang kesehatan;
f. penyelenggaraan pendidikan;
g. penanggulangan masalah sosial;
h. pelayanan bidang ketenagakerjaan;
i. fasilitas pengembangan koperasi, usaha kecil, dan menengah;
j. pengendalian lingkungan hidup;
k. pelayanan pertahanan;
l. pelayanan kependudukan dan catatan sipil;
m. pelayanan administrasi penanaman modal;
n. penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya; dan
o. urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan.

   Fungsi kota sebagai:  
• Perdagangan 
• Pemerintahan 
• Kebudayaan 
• Pengobatan dan rekreasi  

Dari beberapa pengertian di atas, dapat dirumuskan bahwa ciri-ciri kota adalah sebagai berikut.
a. Adanya spesialisasi pekerjaan warganya.
b. Mata pencaharian penduduk di luar agraris.
c. Kepadatan penduduk yang tinggi.
d. Mobilitas penduduk yang cepat.
e. Tempat pemukiman yang permanen.
f. Kehidupan agama tidak terlalu ketat.
g. Pandangan hidup masyarakatnya lebih rasional.
h. Hubungan sosial di antara mereka terbuka dan luas.
i. Kurang mempunyai solidaritas sosial.

a. Kota sebagai Pusat Kegiatan
Kota memiliki banyak fungsi, misalnya: sebagai pusat pemerintahan, pusat pendidikan, dan pusat hiburan (pariwisata), atau pun sebagai fungsi-fungsi lainnya. Tidak setiap kota memiliki fungsi yang sama, mungkin ada yang berfungsi sebagai pusat kebudayaan saja, sebagai pusat perdagangan saja, atau fungsi-fungsi khusus lainnya. Tapi, tidak sedikit pula kota yang memiliki banyak fungsi. Misalnya kota Jakarta. Di samping sebagai pusat pemerintahan, Jakarta juga merupakan pusat pendidikan dan pusat rekreasi.

Lebih rinci lagi, fungsi-fungsi kota itu ialah sebagai berikut.
  1. Kota sebagai pusat produksi, baik barang setengah jadi maupun barang jadi.
  2. Kota sebagai pusat perdagangan, yakni melayani daerah sekitarnya. Contohnya: Rotterdam, Singapura, dan Hamburg.
  3. Kota sebagai pusat pemerintahan atau ibu kota negara. Contohnya: Jakarta, London, Kairo.
  4. Kota sebagai pusat kebudayaan. Contohnya: Mekah, Yerusalem, dan Vatikan.
  5. Kota sebagai pusat pengobatan dan rekreasi. Contohnya: Monaco, Palm Beach, Florida, dan Puncak-Bogor
  6. Kota yang berfungsi ganda. Kota-kota di abad sekarang banyak yang termasuk kategori ini. Contohnya: Jakarta, Tokyo, dan Surabaya yang mencanangkan diri sebagai kota industri, perdagangan, maritim, dan pendidikan, di samping sebagai pusat pemerintahan.

Zona-zona Kota
Zona-zona Kota
b. Sistem Tata Ruang Kota
Ernst W. Burgess menggambarkan tata ruang kota ke dalam zonazona lingkaran, seperti yang terlihat pada gambar di bawah ini.
  • 1) Zona Bisnis
Zona bisnis adalah pusat kegiatan. Di zona ini terdapat pusat kehidupan sosial, ekonomi, budaya, dan politik dalam suatu kota sehingga terdapat bangunan utama tempat berlangsungnya berbagai kegiatan, seperti toko, hotel, restoran, gedung kesenian, kantor pemerintahan, pusat bisnis, maskapai penerbangan, dan bank.
  • 2) Zona Transisi
Adalah zona peralihan yang ditempati oleh golongan lapisan bawah atau yang berpenghasilan rendah. Kebanyakan didiami oleh para pekerja, buruh kasar, pedagang kecil yang pada umumnya mereka terlibat dalam pusat perdagangan dan bisnis di jantung kota. Rumah mereka kecil, padat, kumuh, dan keberadaannya terancam. Zona ini merupakan tempat imigran dari desa atau tempat lain. Sedikit demi sedikit mereka tergusur, rumah mereka dibongkar untuk dijadikan toko dan kantor. Di antara pemukiman kumuh tersebut terdapat kegiatan industri dan perbankan sebagai perluasan dari zona bisnis.
  • 3) Zona Para Pekerja
Merupakan zona yang paling banyak ditempati pekerja dengan tingkat ekonomi sedang. Zona ini pemukimannya lebih baik dari zona transisi karena belum ada pengaruh dari fungsi industri. Tidak adanya pengaruh disebabkan zona ini masih dihalangi oleh zona transisi. Zona ini merupakan tempat kediaman kaum buruh dan pegawaipegawai rendahan, yang secara ekonomis mereka lebih mampu daripada penduduk yang tinggal di zona transisi.
  • 4) Zona Kelas Menengah
Zona kelas menengah adalah zona yang dihuni oleh penduduk yang berstatus menengah. Kondisi ekonomi stabil, kondisi pemukiman lebih baik sehingga lingkungan pemukiman teratur, fasilitas pemukiman terencana dengan baik sehingga kenyamanan dapat dirasakan. Zona ini merupakan kediaman orang-orang mampu. Di sinilah adanya rumah-rumah mewah dan vila-vila.
  • 5) Zona Para Penglaju
Zona para penglaju adalah daerah campuran antara daerah perkotaan dengan daerah pedesaan, atau daerah pedesaan yang banyak berubah menjadi perkotaan. Lokasinya strategis pada dataran tinggi dengan keindahan lingkungan dan udara yang sejuk. Zona ini merupakan tempat orang-orang yang pulang pergi ke tempat pekerjaannya masing-masing, baik yang menggunakan mobil pribadi, bis, atau pun kereta api. Pada siang hari hampir tidak berpenghuni karena penduduk bekerja.

c. Sistem Pengangkutan dan Perhubungan Kota
Sistem pengangkutan dan perhubungan boleh dikatakan sebagai urat nadinya kota. Bila salah satunya macet atau tersendat, akan lumpuhlah kehidupan kota. Seperti yang sering kita saksikan selama ini, terutama di kotakota besar seperti Jakarta, kemacetan merupakan masalah klasik yang sering terjadi setiap hari.

Kemacetan merupakan problema terbesar transportasi di Jakarta, yang seolah-olah tak pernah bisa diatasi. Bahkan kian hari, titik-titik kemacetan terus bertambah di ibukota ini. Semua itu terjadi akibat tidak sebandingnya penambahan jumlah kendaraan dengan panjang jalan. Setiap tahun, jalan di Jakarta hanya bertambah sebanyak 4%, sedangkan jumlah kendaraan bertambah 14%.

2. Sejarah Pertumbuhan Beberapa Kota di Indonesia

Kota-kota yang terdapat di negeri kita mulanya hanya merupakan sebuah pemukiman penduduk biasa, seperti desa. Lama-kelamaan tumbuh dan berkembang berdasarkan latar belakang atau sejarahnya masing-masing. Ada yang berkembang karena tempat tersebut merupakan kawasan perdagangan, karena merupakan pusat perkebunan, pertambangan, atau karena dijadikan pusat administrasi pemerintahan.

a. Pertumbuhan Kota yang Berlatar Belakang sebagai Pusat Perdagangan

Kota yang tumbuh atas dasar pusat perdagangan, antara lain, Jakarta, Aceh, dan Ujungpandang. Sejak zaman Portugis, kota-kota itu merupakan tempat persinggahan dan perdagangan, tidak hanya pedagang dari Nusantara melainkan juga dari mancanegara, seperti pedagang dari Portugis, Spanyol, Belanda, India, Arab, juga Cina. Sekarang kota-kota itu tidak hanya merupakan pusat perdagangan, melainkan juga merupakan pusat-pusat pemerintahan.

b. Pertumbuhan Kota yang Berlatar Belakang sebagai Pusat Perkebunan

Kota Jambi dan Maluku dapat digolongkan ke dalam jenis kota yang mengalami pertumbuhan atas dasar pusat perkebunan.
  1. Jambi, mulanya unit-unit perkebunan yang berskala besar yang kemudian berkembang seiring dengan peningkatan pendapatan penduduk dan kemajuan di bidang teknologi. Sampai pada tahun 1990, Jambi memiliki 48,7% hutan produksi dan 24,7% hutan konsumsi dari 2.947.200 ha hutan yang dimilikinya.
  2. Maluku, adalah pusat rempah-rempah yang sejak dulu telah menjadi rebutan pedagang-pedagang Eropa. Setelah dikuasai 3,5 abad oleh Belanda, Maluku semakin berkembang dan sampai sekarang tetap menjadi pusat perkebunan rempah-rempah.

c. Pertumbuhan Kota yang Berlatar Belakang sebagai Pusat Pertambangan

Yang tergolong ke dalam kota kategori ini, antara lain:
  1. Cepu dan Surabaya tumbuh dan berkembang karena terdapat pertambangan minyak bumi.
  2. Bangka, Belitung, Linggas, dan Singkep dapat tumbuh dan berkembang karena adanya sumber tambang timah.

d. Pertumbuhan Kota yang Berlatar Belakang sebagai Pusat Administrasi Pemerintahan

DKI Jakarta dan DI Yogyakarta merupakan kota yang tergolong kategori ini. Pada abad ke-16, Jakarta atau Jayakarta ketika itu merupakan pusat kekuasaan Kerajaan Fatahillah.

Sejak Perjanjian Giyanti ditandatangani tahun 1955, Yogya merupakan pusat kesultanan Yogyakarta, dan pernah menjadi ibu kota negara pada tahun 1949. Pertumbuhan kota yang berlatar belakang sebagai pusat administrasi pemerintahan. Kota yang berfungsi sebagai pusat pemerintahan dapat berkembang menjadi pusat pertumbuhan. Hal ini terjadi karena kota sebagai pusat administrasi pemerintahan biasanya berdiri berbagai gedung-gedung pemerintahan seperti kantor kepolisian, gedung pengadilan, dan kantor pemerintahan lainnya. Dengan adanya kantor-kantor pemerintahan maka akan menarik orang dari wilayah lain untuk datang mengurus masalah politik, sosial, dan ekonomi. Dengan adanya aktivitas-aktivitas tersebut, kota akan sering dikunjungi. Hal ini akan mempercepat kota menjadi pusat pertumbuhan.

3. Urbanisasi

Urbanisasi ialah suatu proses berpindahnya penduduk desa ke kota. Dengan kata lain, urbanisasi merupakan proses terjadinya masyarakat perkotaan. Urbanisasi biasanya timbul seperti faktor berikut.
a. Adanya faktor yang mendorong (push factors) penduduk desa untuk meninggalkan daerah  kediamannya. Faktor-faktor tersebut adalah:
  1. kurangnya lapangan kerja,
  2. terbatasnya kesempatan untuk menambah ilmu pengetahuan,
  3. kurangnya sarana hiburan, dan sebagainya.
b. Adanya faktor yang menarik penduduk desa untuk pindah ke kota (pull factors), yaitu:
  1. tersedianya lapangan kerja yang relatif banyak dan bermacam-macam,
  2. luasnya kesempatan untuk sekolah, sampai ke jenjang paling tinggi sekalipun,
  3. tersedianya aneka sarana hiburan dan luasnya pergaulan.
Bintarto (dalam Nurmala Dewi, 1997) mengemukakan beberapa program pemerintah dalam mengatasi masalah urbanisasi, yaitu:
  • mempelajari, meneliti, dan melaksanakan pengembangan wilayah di berbagai tempat, terutama di kota-kota besar yang ada di Pulau Jawa dan di luar Pulau Jawa;
  • mengembangkan industri kecil atau industri rumah tangga di berbagai daerah pedesaan;
  • mengatur arus migrasi penduduk dari daerah pedesaan ke kota melalui kegiatan administratif dan kebijaksanaankebijaksanaan lainnya;
  • melancarkan kegiatan Keluarga Berencana (KB) dengan lebih ketat, baik di desa maupun di kota;
  • menghidupkan daerah pedesaan dengan berbagai kegiatan pembangunan, antara lain mengembangkan dan meningkatkan jalur transportasi dan komunikasi, sehingga masyarakat desa tidak merasa tertinggal dari masyarakat kota.
  • Pembangunan perumahan rakyat yang murah dan memenuhi syarat-syarat kualitas kesehatan di daerah tepian kota, sehingga dapat dihindari meluasnya pemukiman kumuh.

Perbedaan Pola Tata Ruang di Pedesaan dan di Perkotaan

P.J.M. Nas (dalam Nurmala Dewi, 1997), mengutip pendapat Constandse (dalam Nurmala Dewi, 1997), bahwa perbedaan antara desa dengan kota adalah sebagai berikut.
a. Kota kawasannya lebih luas dengan gambaran yang jelas, sedangkan keadaan pedesaan lebih kecil, bercampur baur, tanpa gambaran yang tegas.
b. Masyarakat kota mengenal adanya pembagian kerja, sedangkan desa (pedalaman) tidak mengenal pembagian kerja.
c. Di kota, struktur sosialnya mengenal diferensiasi yang luas, sedangkan di pedesaan relatif sederhana.
d. Individualitas memainkan peranan penting dalam kebudayaan kota, sedangkan di pedesaan didasari oleh tali kekeluargaan dan kegotongroyongan.
e. Kota mengarahkan gaya hidup pada kemajuan, sedangkan pedesaan lebih berorientasi pada tradisi, dan cenderung konservatif (bersikap mempertahankan keadaan, kebiasaan, dan tradisional).

Bintarto (dalam Nurmala Dewi, 1997), merumuskan perbedaan antara desa dengan kota yang lebih rinci. Perbedaan-perbedaan tersebut dideskripsikan dalam tabel sebagai berikut.

Perbedaan Antara Desa dan Kota

   Desa
  1. Mata pencaharian; agraris homogen
  2. Ruang Kerja; lapangan terbuka
  3. Musim/ cuaca; penting dan menentukan
  4. Keahlian; umum dan tersebar
  5. Rumah dan tempat kerja; dekat
  6. Kepadatan penduduk; tidak padat
  7. Kontak sosial; frekuensi rendah
  8. Stratifikasi penduduk; sederhana dan sedikit
  9. Lembaga-lembaga; terbatas sederhana
  10. Kontrol sosial; adat/ tradisi
  11. Sifat kelompok masyarakat; gotong royong
  12. Mobilitas; rendah
  13. Status sosial; stabil
   Kota
  1. Mata pencaharian; nonagraris heterogen
  2. Ruang Kerja; ruang terbuka
  3. Musim/ cuaca; tidak penting
  4. Keahlian; ada spesialisasi
  5. Rumah dan tempat kerja; berjauhan
  6. Kepadatan penduduk; padat
  7. Kontak sosial; frekuensi tinggi
  8. Stratifikasi penduduk; kompleks dan banyak
  9. Lembaga-lembaga; banyak dan kompleks
  10. Kontrol sosial; hukum/ peraturan
  11. Sifat kelompok masyarakat; individu
  12. Mobilitas; tinggi
  13. Status sosial; labil